Terutama untuk barang-barang yang harganya tidak terlalu mahal, orang-orang saat ini tidak sedikit yang tidak butuh berpikir panjang sebelum membelinya dengan cara online. Orang kini seolah tidak berpendapat tidak sama menonton barang luar biasa yang ditawarkan dengan cara online dengan ketika menonton baju keren alias kaos lucu yang dipasarkan di pasar malam. Ini tidak hanya belanja online terbukti terus familier saya kira juga dimudahkan dengan teknologi pembayaran yang terus mudah pula. Membaca trend ini tidak heran bila telah tidak sedikit teman-teman saya yang membacanya sebagai kesempatan untuk berjualan. Dari faktor kecil menjual barang-barang yang telah tidak terpakai hingga pada niat bisnis yang lebih serius. Untuk bisa berjualan online tidak wajib langsung bermodal besar. Seseorang tidak wajib menyiapkan infrastruktur seperti membangun website toko online. Jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, Blog serta Instagram terbukti menjadi outlet yang ampuh untuk berjualan. Teman-teman saya yang dulunya sebatas curhat serta narsis di Facebook saat ini tidak sedikit yang berubah pandang serta merasakan sendiri keuntungan dari berjualan melewati website pertemanan ini. Hanya saja berjualan di Facebook sedikit tidak sedikit saat ini telah dikotori oleh penjual-penjual tidak jelas yang sedikit tidak sedikit mempengaruhi penjualan mereka.
Pertumbuhan pemakai Instagram yang saat ini makin menukik rupanya oleh teman-teman saya dianggap sebagai market baru ketika Facebook mulai lesu. Instagram dianggap membuka kesempatan baru sebab posting di Instagram bisa dilihat publik serta fitur hashtag mempermudah orang untuk melakukan pencarian. Jumlah kawan di Facebook terbatas 5000 orang. Instagram memungkinkan satu akun memiliki tanpa batas follower. "Teman" alias "Follower" inilah market itu. Sayangnya membangun akun IG dengan tidak sedikit follower juga tidak mudah. Itu persoalan pertama. Persoalan kedua merupakan hashtag itu sendiri. Hashtag yang sedianya dipakai untuk mempermudah pencarian saat ini tidak sedikit di 'abuse' jadi malah membingungkan. Persoalan ketiga pasti saja sama dengan yang terjadi Facebook pun ada, yakni penjual yang tidak jelas. Shopioussaat ini datang memperkenalkan solusi bagi penjual-penjual online yang tetap mempercayakan jejaring sosial seperti Instagram. Sekaligus Shopious hadir mempermudah pembeli online yang saat ini kesulitan mencari barang yang dicari melewati jejaring sosial supaya lebih mudah dengan kategorisasi yang jelas tanpa ribet melakukan pencarian berdasar hashtag. Agar barang dagangannya timbul di website Shopious yang keren serta mudah diakses, seorang pedagang lumayan mendaftarkan layanan ini beserta pasti saja menyepakati syarat serta aturan yang ditetapkan jadi sepuluh alias dua puluh posting terbaru di IG bakal timbul di web, itu pun telah otomatis tertata dalam kategori yang tetap. Bila seorang penjual online telah memakai layanan Shopious ia otomatis bakal memperoleh tidak sedikit keuntungan. Keuntungan itu diantaranya ia tidak wajib cape-cape berburu follower, lebih dipercaya oleh calon pembeli sebab ia merupakan pedagang yang telah terdaftar oleh Shopious, memiliki market yang lebih luas sebab seorang calon pembeli yang tidak memiliki akun jejaring sosial pun bisa menjadi pembeli. Butuh diingat bahwa saat ini ada tidak sedikit orang yang tidak aktif berjejaring sosial di internet. Melihat-lihat laman Shopious kesan yang saya bisakan merupakan suatu web yang sangat wanita. Bisa dipahami bila menonton teman-teman saya yang aktif memanfaatkan jejaring sosial untuk berjualan merupakan para wanita. Sekaligus teman-teman wanita saya jugalah yang saya tahu lebih tidak sedikit membelanjakan uangnya dengan cara online. Jangan salah, saya serta para pria juga tidak bisa menjaga diri bila sedang ngidam gadget impian. Harapan saya semoga teman-teman saya yang tetap berjualan online mempercayakan akun jejaring sosial mereka segera mendalami serta bergabung memanfaatkan Shopious untuk mendongkrak omset serta menjangkau pasar yang lebih luas.
0 komentar:
Posting Komentar