Micro Cyber 2 - Pada kesempatan kali ini kita akan membahas beberapa hal mengenai tentang ewan kurban. Nah, saat saya berjalan-jalan di dunia maya saya menemukan suatu artikel tanya jawab tentang islam di www.konsultasi.wordpress.com. Disitu saya membaca beberapa pertanyaan yang mungkin belum sobat ketahui sebelumnya, dan ini dia pertanyaanya :
1. Tolong jelaskan hukum menjual kulit hewan kurban?
2. Bagaimana kalau kulit hewan ditukar dengan daging, lalu daging itu diberikan kepada fakir miskin, bolehkah?
Itulah pertanyaan yang diajukan di web tersebut. Lalu, menurut sobat hukumnya bagaimana tentang hal tersebut ? Apakah boleh atau tidak ? Jika sobat masih belum tahu, mari simak jawaban dibawah ini !
Jawab :
> Jumhur ulama tiga mazhab yaitu (Imam Maliki, Syafi’i, dan Ahmad) berpendapat bahwa hal tersebut hukumnya tidak boleh dilakukan yaitu menjual kulit hewan kurban. Hukum ini berlaku bagi pekurban (al-mudhahhi/shahibul kurban) dan juga berlaku bagi siapa saja yang mewakili pekurban, misalnya takmir masjid atau panitia kurban pada suatu instansi.
Dalil haramnya menjual kulit kurban ada dua, yaitu hadis-hadis Nabi SAW yang melarang menjual kulit kurban, dan hukum syar’i bahwa status kepemilikan kambing kurban telah lenyap dari pekurban pada saat kurban disembelih.
Kemudian juga ada hadist Nabi SAW yang menyangkut hal tersebut, diantaranya :
1. Dari Ali bin Abi Thalib RA, dia berkata,”Rasulullah SAW telah memerintahkan aku mengurusi unta-unta beliau (hadyu) dan membagikan daging-dagingnya, kulit-kulitnya…untuk kaum miskin. Nabi memerintahkanku pula untuk tidak memberikan sesuatu pun darinya bagi penyembelihnya (jagal) [sebagai upah].” (Muttafaq ‘alaihi) (Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, IV/95) .
Dari hadits di atas, Imam Asy-Syirazi mengatakan,”Tidak boleh menjual sesuatu dari hadyu dan kurban, baik kurban yang wajib (nadzar) atau kurban yang sunnah.” (Imam Asy-Syirazi, Al-Muhadzdzab, I/240).
2. Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda,“Barangsiapa menjual kulit kurbannya, maka tidak ada [pahala] kurban baginya.” (Man baa’a jilda udhiyyatihu fa-laa udh-hiyyata lahu) (HR. Al-Hakim & Al-Baihaqi) (Hadis ini sahih menurut Imam Suyuthi. Lihat Imam Suyuthi, Al-Jami’ Ash-Shaghir, II/167).
Dari hadits diatas para ulama menyimpulkan haramnya pekurban untuk menjual kulit kurbannya. (Syaikh Zakariya Al-Anshari, Fathul Wahhab, II/179, Syaikh Asy-Syarbaini Al-Khathib, Al-Iqna’, II/281).
Kemudian ada juga dalil kedua, yang berupa hukum syara’ tentang status kepemilikan kambing kurban. Pada saat disembelih, hilanglah kepemilikan kurban dari pekurban. Maka dari itu, jika pekurban atau wakilnya menjual kulit kurban, sama saja dia menjual sesuatu yang bukan miliknya lagi. Ini jelas tidak boleh.
Dalam masalah ini Imam Asy-Syirazi berkata,”Ketidakbolehan menjual kulit kurban juga dikarenakan hadyu atau kurban itu telah keluar dari kepemilikan pekurban sebagai taqarrub kepada Allah, maka tidak boleh ada yang kembali kepadanya kecuali apa yang dibolehkan sebagai rukhsah yaitu dimakan (Imam Asy-Syirazi, Al-Muhadzdzab, I/240; As-Sayyid Al-Bakri, I’anah Ath-Thalibin, II/333).
Jadi, jelaslah bahwa menjual kulit kurban itu haram hukumnya. Haram pula menjadikan kulit kurban sebagai upah kepada jagal (penyembelih) kurban.
Lalu, kulit kurban itu akan diapakan dong? Kulit kurban itu dapat disedekahkan oleh al-mudhahhi (shahibul kurban) kepada fakir dan miskin (Taqiyuddin Al-Husaini, Kifayatul Akhyar, II/242). Inilah yang afdhol (utama). Jadi perlakuan pada kulit kurban sama dengan bagian-bagian hewan kurban lainnya (yang berupa daging), yakni disedekahkan kepada fakir dan miskin. Dalilnya adalah hadis sahih dari Ali bin Abi Thalib RA di atas. Boleh pula kulit kurban itu dimanfaatkan oleh pekurban, misalnya dibuat sandal, khuf (semacam sepatu), atau timba.
Dalilnya adalah hadits Aisyah RA. Beliau meriwayatkan bahwa orang-orang Arab Badui pernah datang berombongan minta daging kurban pada saat Idul Adha. Rasulullah SAW lalu bersabda,”Simpanlah sepertiga dan sedekahkanlah sisanya.” Setelah itu ada yang berkata kepada Rasulullah SAW,”Wahai Rasululah sesungguhnya orang-orang biasa memanfaatkan kurban-kurban mereka, mereka membuat lemak darinya, dan membuat wadah-wadah penampung air darinya.” Rasulullah menjawab,”Apa masalahnya?” Mereka menjawab,”Wahai Rasulullah, Anda telah melarang menyimpan daging-daging kurban lebih dari tiga hari.” Rasulullah SAW menjawab,”Sesungguhnya aku melarang hal itu karena adanya orang Baduwi yang datang berombongan minta daging kurban (min ajli ad-daafah). [Sekarang] makanlah, sedekahkanlah, dan simpanlah.” (HR. Tirmidzi, Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, IV/97; Imam Asy-Syirazi, Al-Muhadzdzab, I/240). Hadits ini menunjukkan bolehnya memanfaatkan kulit kurban misalnya untuk dijadikan wadah-wadah penampung air dan sebagainya (Imam Asy-Syirazi, Al-Muhadzdzab, I/240)
Memang ada sebagian ulama yang membolehkan menjual kulit kurban. Menurut Imam Abu Hanifah, boleh menjual kulit kurban tapi bukan dengan dinar dan dirham (uang). Maksudnya, boleh menjual kulit kurban dengan menukarkan kulit itu dengan suatu barang dagangan (al-‘uruudh) (Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, IV/97,Taqiyuddin Al-Husaini, Kifayatul Akhyar, II/242). Menurut Imam An-Nakha’i dan Imam Al-Auza’i, boleh menjual kulit kurban dengan peralatan rumah tangga yang bisa dipinjamkan, misalnya kapak, timbangan, dan bejana. Menurut Imam ‘Atha` (tabi’in), tidak apa-apa menjual kulit kurban baik dengan dirham (uang) maupun dengan selain dirham. (Qadhi Shafad, Rahmatul Ummah fi Ikhtilaf Al-A’immah, hal. 85).
Dalil ulama yang membolehkan menjual kulit kurban, adalah hadits yang membolehkan memanfaatkan (intifa’) kurban, yaitu hadis riwayat Imam Tirmidzi dari Aisyah RA di atas. Dalam pandangan Imam Abu Hanifah, atas dasar hadits itu, boleh melakukan pertukaran (mu’awadhah) kulit kurban asalkan ditukar dengan barang dagangan (al-‘uruudh), bukan dengan uang (dinar dan dirham). Sebab pertukaran kulit kurban dengan barang dagangan termasuk dalam pemanfaatan kurban (intifa’) yang dibolehkan hadits menurut semua ulama secara ijma’ (Lihat Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, I/352, Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, IV/95).
Jadi Kesimpulannya, menjual kulit kurban hukumnya adalah haram, termasuk menukar kulit dengan daging untuk disedekahkan kepada fakir miskin. Inilah pendapat yang kami anggap rajih (kuat), sesuai hadis Nabi SAW yang sahih, “Barangsiapa menjual kulit kurbannya, maka tidak ada [pahala] kurban baginya.” (HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi). Semoga dengan ringkasan tanya jawab ini, sobar bisa mengerti dan mulai paham dengan hal-hal yang bersangkutan. Terimakasih~
BalasHapusalhamdulillah terimakasih informasi mengenai kurban