KOMPAS.com - Sepuluh tahun berlalu sejak kejadian tsunami mematikan di Aceh 26 Desember 2004. Bagaimana kejadian memilukan saat itu mengajari Anda tentang kesiapsiagaan terhadap gempa dan tsunami?
Momen satu dasawarsa tsunami Aceh Jumat (26/12/2014) hari ini adalah waktu yang tepat untuk meningkatkan pengetahuan pada dua bencana geologi itu, waktunya untuk mengoreksi beberapa pemikiran yang kurang tepat tentangnya. Apa saja?
Gempa yang tak terasa keras takkan menimbulkan tsunami
Salah. Gempa yang tak terasa keras belum tentu tidak menimbulkan tsunami. Sebaliknya, belum tentu pula gempa yang terasa keras pasti menimbulkan tsunami.
Contoh, gempa di Simeuleu, Aceh, pada 15 April 2012. Gempa kembar terjadi dengan magnitudo cukup besar, 8,5 dan 8,1. Tapi, tsunami yang ditimbulkan kecil.
Terungkap, gempa ternyata tidak bersumber dari zona subduksi (pertemuan lempeng). Gempa juga dangkal serta mekanisme gerakan patahannya lebih miring.
Sementara itu, contoh gempa yang tak terasa keras tetapi menimbulkan tsunami adalah gempa Pangandaran pada tahun 2006 dan gempa Mentawai pada tahun 2010.
Pakar tektonik dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Irwan Meilano, mengungkapkan bahwa gempa di Pangandaran dan Mentawai termasuk "gempa tsunami" atau "gempa lamban".
"Gempa tsunami" terjadi bila pusat gempa dangkal, berdekatan dengan palung, serta dekat dengan daratan.
Wilayah pada zona tersebut biasanya memiliki rigiditas tinggi serta kaya sedimen. Goncangan gempa memang tak terasa tetapi tsunami-nya bisa tinggi.
Instrumen peringatan dini sangat penting untuk mengetahui "gempa tsunami". Gempa ini sulit ditebak hanya dengan sense.
Hanya Pulau-pulau Indonesia yang Menghadap Pasifik dan Hindia yang rawan tsunami
Memang, pulau-pulau yang tak menghadap langsung ke pasifik dan Hindia punya risiko lebih rendah terdampak tsunami. Namun, tak sepenuhnya benar.
Studi Irwan menemukan bahwa aktivitas di zona subduksi di bagian barat Sulawesi pernah menghasilkan tsunami yang mencapai wilayah Balikpapan, Kalimantan Timur.
Prediksi para ahli, dengan gempa magnitudo 8,1, wilayah Sulawesi Utara, Maluku, dan sekitarnya berpotensi dihantam tsunami dengan ketinggian mencapai 5 meter.
Kalimantan bebas risiko gempa dan tsunami
Salah. Belum banyak penelitian tentang potensi gempa di Kalimantan sehingga belum bisa dipastikan juga apakah pulau itu memang bebas dari ancaman gempa.
Salah juga mengatakan bahwa Kalimantan bebas dari ancaman tsunami. Kajian peneliti tsunami Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Widjo Kongko, menunjukkannya.
Widjo mengatakan, berdasarkan kajian pada tahun 2010, aktivitas subduksi ganda antara Sulawesi Utara dan Maluku berpotensi menimbulkan gempa bermagnitudo 8,1.
Gempa itu diprediksi bisa menimbulkan tsunami. Bukan hanya wilayah Sulawesi dan Maluku saja yang akan terdampak, tetapi juga Kalimantan.
Wilayah Kalimantan yang berpotensi terdampak tsunami antara lain Kutai Timur, Berau, Nunukan, dan Bulungan.
Tsunami skala sedang bisa menerjang 2-2,5 jam setelah gempa. Ketinggian 0,5 - 1 meter di perairan dangkal dan mencapai 2 kali lipatnya di pantai.
Dampak tsunami bisa parah mengingat kawasan pesisir Kalimantan adalah urat nadi ekonomi. Di samping itu, kesiapsiagaan masih minim.
Dari 4.500 km panjang pantai rawan tsunami hanya ada 38 sirine tsunami dari kebutuhan 1.000 sirine. Shelter evakuasi hanya ada 50 unit dari kebutuhan 2.500 unit.
Subduksi ganda di antara Sulawesi Utara dan Maluku sendiri punya aktivitas seismik tinggi. Dalam rentang waktu 1600 - 2007, ada 2.800 kejadian gempa dan 10 tsunami.
Jarak tsunami satu dan berikutnya pasti ratusan tahun
Tidak tepat. Tsunami yang bersumber dari subduksi yang sama mungkin berjarak ratusan tahun. Tetapi, bisa saja satu kota terdampak tsunami berkali-kali dalam hitungan tahun.
Kota Sendai di Jepang beberapa kali terdampak tsunami dalam jeda waktu singkat. Sumber gempa yang mengakibatkan tsunami berbeda.
Wilayah barat Sumatera memiliki sumber gempa lautan yang banyak. Jadi, satu kota di wilayah itu juga bisa terdampak tsunami berkali-kali.
Meskipun Aceh pernah terdampak tsunami besar pada tahun 2004, bukan berarti kota serambi Mekkah itu baru bisa terdampak tsunami ratusan tahun kemudian.
Aceh bersama Padang dan Mentawai bisa saja terdampak tsunami dari sumber gempa yang berbeda. Jadi, harus tetap waspada.
Tanggul laut pasti bisa melindungi diri dari tsunami
Salah. Secara umum, memang dikatakan bisa. Tapi, seperti halnya teknologi pada umumnya, tetap ada keterbatasan.
Tanggul laut memiliki keterbatasan pada ketinggian dan kekuatan. Bila tinggi gelombang tsunami rendah, tanggul laut memang bisa melindungi.
Kasus gempa bermagnitudo 9 pada 11 Maret 2011 di Jepang adalah bukti bahwa tanggul laut tidak dapat melindungi 100 persen. Ketinggian gelombang lebih tinggi dari tanggul laut.
Inilah pentingnya perencanaan tata ruang dan memilih hunian di kawasan yang relatif jauh dari lautan.
0 komentar:
Posting Komentar