Home » » Riset: Kanker Lebih Banyak karena "Nasib Buruk" daripada Faktor Keturunan atau Lingkungan

Riset: Kanker Lebih Banyak karena "Nasib Buruk" daripada Faktor Keturunan atau Lingkungan

MIAMI, KOMPAS.com - Kanker lebih sering disebabkan oleh "nasib buruk" dari mutasi random yang meningkatkan pembelahan sel, bukan sejarah keluarga atau penyebab lingkungan, berdasarkan riset yang dilansir pada Kamis (1/1/2015).

Riset yang tayang di jurnal Science edisi 2 Januari 2015 ini dipimpin oleh para peneliti dari John Hopkins University dan menggunakan landasan penelitian model statistik, mencakup beragam jenis kanker di jaringan manusia.

Meski demikian, riset ini tak memasukkan kanker payudara yang banyak terjadi pada perempuan dan kanker prostat sebagai kanker kedua yang paling banyak dialami lelaki setelah kanker kulit.

Kanker pada manusia dewasa yang diukur dalam riset ini mendapati sekitar dua per tiga kasus terjadi karena mutasi random di gen yang mendorong tumor tumbuh, dengan sepertiga kasus barulah terkait dengan faktor lingkungan dan warisan gen.

"Riset ini memperlihatkan bahwa Anda (hanya) menambah faktor risiko terkena kanker karena merokok atau faktor gaya hidup buruk yang lain," kata penulis riset ini, Bert Vogelstein, profesor onkologi di John Hopkins University School of Medicine.

"Meski demkian, ada banyak bentuk kanker yang terjadi lebih banyak karena 'nasib buruk' mengalami mutasi gen yang membuat kanker mengendalikan gen daripada faktor gaya hidup dan keturunan," lanjt Vogelstein.

Vogelstein menambahkan, orang-orang yang hidup lama tanpa kanker meskipun merokok bertahun-tahun dan terpapar matahari secara terus-menerus, tak punya "gen yang baik". "Kebenaran (dari riset ini) sederhana saja, yaitu kebanyakan dari mereka (perokok atau pemilik gaya hidup buruk tetapi tak terkena kanker) itu bernasib baik."

Pembelahan sel induk (stem cells)

VITALIS YOGI TRISNA - RODERICK ADRIAN MOZES - AGUS SUSANTO Gabungan beberapa foto yang direkam 2-11 April 2013 memperlihatkan warga mengenakan masker di jalanan Kota Jakarta. Penggunaan masker kini menjadi gaya hidup untuk sehat sekaligus tren warga di tengah udara ibu kota.
Tim ini juga mencari literatur sains untuk mendapatkan informasi seberapa banyak sel induk bisa membelah untuk bisa menghitung rata-rata usia hidup seseorang.

Proses pembaruan sel ini terjadi secara alami di dalam tubuh manusia dan membantu mempertahankan jumlah sel di setiap organ spesifik, setiap kali ada sel mati.

Peneliti mendapatkan pemahaman bahwa kanker akan muncul begitu sel induk membuat kesalahan acak, dikenal dengan istilah mutasi.

Namun, riset ini adalah yang pertama kali membandingkan berapa banyak kasus kanker terjadi karena mutasi ini dengan faktor turunan maupun lingkungan. Dari 22 tipe kanker yang terjadi di 31 jenis jaringan yang dipelajari, riset ini dapat dilacak terkait dengan mutasi.

Adapun untuk 9 kanker lain, ada lebih banyak lagi kasus--melebihi perkiraan--yang terkait dengan "nasib buruk" dan diduga dipicu oleh kombinasi antara "nasib buruk" ditambah faktor lingkungan atau keturunan.

Sembilan kanker itu mencakup kanker paru-paru dan kanker kulit--yang banyak terpengaruh oleh paparan rokok dan sinar matahari--dan beberapa kasus kanker yang selama ini dianggap sebagai faktor keturunan.

Temuan tersebut berarti perlunya lebih banyak upaya untuk mendeteksi dini kanker dan penelitian yang dapat mendeteksi mutasi sebelum kesalahan acak pembelahan sel ini berubah menjadi kanker.

"Mengubah gaya hidup dan kebiasaan kita akan banyak membantu mencegah beberapa kanker tertentu, tetapi langkah itu bisa jadi tak efektif untuk beberapa jenis kanker yang lain," ujar
"Changing our lifestyle and habits will be a huge help in preventing certain cancers, but this may not be as effective for a variety of others," said peneliti bio-matematika Cristian Tomasetti, asisten profesor onkologi di Johns Hopkins University School of Medicine dan Bloomberg School of Public Health.

"Kita harus fokus pada lebih banyak sumber daya untuk menemukan cara mendeteksi beragam kanker sedini mungkin, di tahap yang masih bisa diobati," kata Tomasetti.

Kanker payudara dan prostat tak masuk cakupan riset ini, tulis para peneliti, karena literatur tak memperlihatkan tingkat pembelahan sel yang reliabel di area badan yang terdampak.

0 komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Arsip Blog